Menerjang Badai Di Gunung Gede


Dalam sebuah ambisi yang melampaui batas akal sehat, waktu libur yang terbatas memicu wacana menjadi sebuah tantangan yang tak tergoyahkan: mencoba melakukan treking di tengah malam pada malam Jumat yang angker. Namun, takdir menggelitik kami dengan kerasnya saat tiba di basecamp, alam seakan memberikan peringatan mendalam dengan mengirimkan angin kencang yang menerpa sepanjang malam. Itulah saat di mana saya, bersama dengan dua inisiator brilian - Eka dan Zae, yang bisa dijuluki sebagai manusia pemberani sejati, membuat keputusan penuh pertimbangan untuk tidak mengambil risiko yang terlalu berlebihan.




Dalam sebuah petualangan luar biasa yang tiada tandingannya, kami bertiga akhirnya menerjang ke puncak pada keesokan harinya, di pagi Jumat yang penuh harapan. Keajaiban terjadi saat langit cerah tanpa ada tanda-tanda hujan, menyisakan kedamaian yang memancar dalam setiap detiknya. Meskipun pendakian ini dilakukan di tengah musim hujan yang ganas, keberuntungan menyertai kami. Seperti penjaga-penjaga terpilih, kami merasa diberkati dengan kedamaian yang begitu orisinil dan tak terduga, saat hanya ada satu-dua kelompok pendaki lain yang berbagi momen itu dengan kami.

Namun, seperti adegan dari film aksi yang memukau, saat jam menunjukkan setengah satu siang, kabut tebal dengan anggunnya menyergap jalur kami yang tengah membeku. Tak berselang lama, rintik hujan dengan canggungnya mulai menyerbu, menciptakan serangan tak terduga yang tak terhindarkan. 

Kami, dengan keteguhan hati yang tak tergoyahkan, mengenakan jas hujan sebagai perisai pertahanan kami, terus melangkah maju dalam perjuangan basah yang tak terbendung. Meski diguyur oleh butiran hujan yang menembus rongga sanubari, semangat kami tetap membara.

Hingga pada akhirnya, setelah perjalanan yang panjang dan penuh tantangan, kami tiba di Surya Kencana, sebagai puncak kemenangan yang memancarkan sinar keberhasilan di tengah samudra kegelapan.


Dalam sebuah kisah yang tak terlupakan, selama 12 jam yang terasa seperti seabad, kami terjebak dalam badai yang dahsyat. Jam tujuh malam menjadi waktu terkutuk ketika kami harus berhadapan dengan murka alam semesta. Terbangun berkali-kali dari tidur yang tidak nyaman, seolah-olah terperangkap dalam mimpi buruk. Tenda kami terasa seperti penjara basah yang tak terhindarkan, menempel pada tubuh kami yang lelah.

Di luar, kekacauan mencapai puncaknya. Angin badai mengguncang dengan amarah tak terbendung, seolah-olah ingin menghancurkan dunia ini. Hujan turun dengan deras tanpa ampun, seakan langit memutuskan untuk menumpahkan segala kekuatannya dalam bentuk setetes air. Suasana tersebut, tak ada yang bisa mendeskripsikannya, seakan-akan berada dalam alam semesta yang terbalik. Kehidupan seperti bagong, seakan-akan tak ada harapan terang di cakrawala.

masih-badai.mp4

Dalam akhir yang memilukan namun memikat, kami memutuskan untuk menyerah pada kekuatan badai yang tak kenal belas kasihan, sementara semburat petir masih menerangi langit gelap. Bersama dengan para pendaki lain yang berbagi keputusan yang sama, kami berbalik untuk menuruni gunung yang megah, menyerahkan impian puncak kepada takdir yang menggertak dengan marahnya.

Di saat itu, ratusan pendaki lain dengan semangat tak terbatas siap melangkah, tetapi kami tidak tergoyahkan oleh euforia mereka. Hanya satu yang kami inginkan, satu yang kami banggakan: pengalaman yang terkutuk ini, pengalaman yang berkilau dengan keajaiban tragedi, telah merajai langkah kami dan menorehkan tanda yang tak terhapuskan dalam diri kami yang berani.

---

Posting Komentar

0 Komentar